2nd Day

Titititit-tititit-tititit *suara alarm
Aoki : “Nggghhh....” *sambil mematikan alarm
Aoki : “Aku harap hari ini aku bangun di waktu yang tepat.”
Kemudian aku melihat ke arah alarm dan menunjuk pada pukul 5.30. Untunglah aku bangun di waktu yang tepat. Sepertinya ibu sudah mengganti baterainya untukku. Kemudian aku langsung mengambil seragamku dan pergi mandi. Setelah itu aku menyempatkan diriku untuk sarapan dan segera berangkat ke sekolah.
Aoki : “Ibu, aku berangkat dulu.”
Ibu : “Hati-hati di jalan ya.”

Di tengah perjalanan
Aoki : “Kemarin adalah hari yang cukup menyenangkan bagiku. Aku harap hari ini pun begitu. Aku ingin menikmati masa-masa SMA ini. Dan aku tidak ingin masa kelamku semasa SMP terulang kembali. “ (bicara dalam hati)
Tiba-tiba ada orang yang memanggilku dan menyadarkanku dari lamunanku.
Tachi : “Oyy.. Aokii!!”
Aoki : “Oh, hey. Tachi.”
Tachi : “Hari ini sepertinya kamu bangun di waktu yang tepat.”
Aoki : “Ahaha. Begitulah.”
Dia adalah Tachi. Teman baikku semasa SMP. Bisa dibilang dialah satu-satunya temanku semasa SMP.  Hanya dia yang mengetahui rahasiaku tentang pengelihatan yang aku dapatkan ini. mungkin dia sedikit menyebalkan, tapi dia dapat dipercaya.
Tachi : “Jadi, bagaimana sekolah barumu?”
Aoki : “Aku mencoba membiasakan diriku disana.” *tanpa sadar aku tersenyum
Tachi : “Ahh.. sepertinya kamu menyukai sekolah barumu ya?”
Aoki : “Bisa dibilang begitu.”
Tachi : “Baguslah kalau begitu. Aku harap kamu tidak akan kesepian lagi seperti waktu itu.”
Aoki : “Aku berusaha melakukan yang terbaik di sekolah yang baru ini.”
Tachi : “Maaf, pada waktu itu aku tidak bisa menolongmu.”
Aoki : “Sudahlah, aku tidak ingin mengingatnya lagi. Yang lalu biarlah berlalu.”
Dia melihat ke arah jam tangannya.
Tachi :  “Ah, sebenarnya masih banyak yang ingin aku bicarakan denganmu tapi-“
Aoki : “Pergilah. Apapun itu, aku tidak ingin menghambatmu.”
Dia tersenyum melihatmu.
Tachi : “Terimakasih, aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu, kawan.”
Aoki : “Terimakasih.”
Kemudian kami saling berjabat tangan dan dia pergi sambil melambaikan tangannya padaku. Aku pun melambai balik padanya.
Aoki : “.......”
Masa SMP kah...
Jika ada yang menanyakannya, apa yang bisa kujawab? Mungkin aku akan menghindari pertanyaan ini. Namun, jika aku menghindarinya, bukankah itu membuat orang lain semakin penasaran akan masa laluku? Lebih baik aku akan menjawabnya dengan kebohongan. Ya, setidaknya aku berbohong demi masa mendatang. Demi diriku sendiri.

Di halaman sekolah
Aoki : “Mungkin sebelum masuk kelas aku bisa menenangkan pikiranku di halaman sekolah.”
Kemudian aku bersandar di pohon dan mencoba menenangkan diri. Ku menutup mataku dan berusaha melupakan semuanya.
??? : “Ada apa denganmu, nak?”
Mendengar suara itu, aku membuka mataku dan melihat sosok kakek-kakek yang sedang memperhatikanmu. Kemudian aku melihat kakinya, tidak menapaki tanah. Dia hantu.
Kakek : “Apa kamu terkejut melihat kakek?”
Aoki : “Tidak, saya sudah terbiasa melihat sosok seperti kakek.”
Kakek : “Baguslah jika seperti itu. Setiap kali kakek menampakkan diri, anak-anak selalu lari ketakutan.”
Aoki : “Bukankah sudah jelas mereka akan lari ketakukan jika melihat hantu?”
Kakek : “kamu benar. Tetapi kakek menampakkan diri karena kakek ingin menolong mereka. Sama seperti sekarang, kakek ingin menolongmu.”
Mendengar perkataan beliau aku hanya bisa terdiam.
Kakek : “Kakek bisa melihatnya. Kakek bisa melihat kesedihan dari matamu. Jika kamu mau, kamu boleh menceritakannya kepada kakek.”
Aoki : “Tidak apa-apa, kek. Terimakasih. Bersandar di bawah pohon ini sudah membuatku melupakan kesedihan itu.”
Kakek : “Kakek selalu berada disini jika kamu ingin mencurahkan isi hatimu. Kakek akan mendengarkanmu.”
Aoki : “Terimakasih, kek. Kalau boleh saya tahu, kakek ini siapa?”
Kakek : “Dahulu saya ini tukang kebun di sekolah ini. Saya sudah mengabdikan diri pada sekolah ini selama puluhan tahun.”
Aoki : “Maaf kalau boleh saya tanya, jika saya lihat kakek sepertinya tidak memiliki masalah semasa hidup. Tetapi kenapa kakek tidak pergi ke alam lain?”
Kakek : “Kakek ingin melihat cucu kakek. Kakek meninggal ketika anak kakek sedang mengandung.”
Aoki : “Saya doakan kakek bisa bertemu dengannya.”
Kakek : “Terimakasih, nak.”
Kriiing..  *bel masuk sekolah
Kakek : “Lebih baik sekarang kamu masuk ke kelas.”
Aoki : “Terimakasih, kek. Kakek memperbolehkan saya disini.”
Kakek : “Dengan senang hati kakek menerimamu.”
Segera aku pergi ke kelas.

Di kelas
Setelah sampai di kelas, seseorang menyapaku.
Hinata : “Selamat pagi, Aoki.”
Aoki : “Pagi, Hinata.”
Hinata : “Nanti pada jam istirahat, kamu mau ikut aku dan Mizu makan bersama?”
Aoki : “Tentu saja. A-ah tapi aku tidak membawa bekal. Mungkin aku harus beli sesuatu di kantin.”
Hinata : “Tidak perlu, Mizu sudah membuatkan kita bekal yang banyak.”
Aoki : “Aku merasa tidak enak jadi merepotkannya.”
Hinta : “Tidak, justru dia menyukainya. Dia sangat suka memasak.”
Beberapa menit kemudian seorang guru tiba dan pelajaran pun dimulai.
Kriiingg *bel istirahat
Hinata : “Akhirnya istirahat. Ayo, Aoki.”
Hinata dan aku keluar dari kelas.
Aoki : “Kita akan kemana?”
Hinata : “Ke halaman sekolah, Mizu sudah menunggu kita disana. Aaaahhh... aku tidak sabar makan bekal buatannya.”
Aoki : “Oh, halaman  sekolah, tempatnya si kakek tadi.” (dalam hati)

Di halaman sekolah
Disana terlihat Mizu sudah menyiapkan semuanya.
Hinata : “Hey, Mizu..”
Mizu melambaikan tangannya ke kami. Kami pun mendatanginya.
Mizu : “Aku harap kalian menyukai bekal buatanku.” *dia membuka kotak bekalnya
Hinata dan Aoki : “Wooooaaaahhh...”
Bekalnya terlihat sangat indah dan rapi. Dia benar-benar ahli dalam memasak.
Hinata : “Aku makan ya. Uhmm... enaakk!!”
Aoki : “Boleh aku coba?”
Mizu : “Aku membuat bekal untuk kita semua, jadi ini untukmu.” *dia memberikanku kotak bekal
Aoki : “Terimakasih.” *kemudian aku memakannya
“Mmmh!  Enak sekali. Aku serius.”
Mizu : “Terimakasih.” *dia tersipu malu
Melihatnya tersipu malu membuat hatiku berdegup kencang. AAARRRGGH! Apa yang aku pikirkan? Dia itu sudah bertunangan. Dan Hinata adalah tunangannya. Dia adalah temanku. Jadi aku tidak boleh jatuh hati pada Mizu. Kita hanya sebatas teman. Ya, teman.
Mizu : “Hinata. Aaaaa...” *dia berusaha menyuap Hinata
Hinata : “Uhm!”
Aoki : “!!!” (disini Aoki terlihat kaget dan pipinya merah)
Hinata : “A-aah, maaf maaf. Kami terbiasa seperti ini. Hahaha.”
Aoki : “Kalian mesra sekali ya.”
Mereka berdua tersenyum kepadaku.
Aoki : “Kalau boleh tahu, bagaimana kalian berdua bisa bertunangan.”
Hinata : “Kami berdua itu sudah saling kenal dari kecil. Orang tua kami pun juga sudah saling kenal. Kami selalu bersama, kami bermain bersama dan kami juga tumbuh bersama. Yang namanya cinta itu tak dapat diduga. Seiring berjalannya waktu, rasa persahabatan ini berubah menjadi cinta. Mengetahui hal itu, kedua orang tua kami pun menjodohkan kami. Dan beginilah sekarang.”
Aoki : “Kalian berdua sangat cocok.”
Hinata : “Terimakasih. Mizu adalah perempuan tercantik yang pernah ada.”
Mizu : “Hinata..”
Hinata : “Mizu..”
Mizu : “Hinataa...”
Mizu : “Mizuu....”
Aoki : “Ok, ok. Aku paham kemesraan kalian.”
Mereka berdua pun tertawa. Setelah itu, kami pun melanjutkan makan. Aku melihat sang kakek sedang menatapku dan tersenyum. Aku pun membalas senyuman itu. Setelah selesai makan, kami bertiga kembali ke masuk ke sekolah.

Di lorong sekolah
Aoki : “Tunggu, aku mau ke toilet dulu.”
Hinata : “Ok, kami tunggu disini.”
Kemudian aku pergi toilet dan menuntaskan ‘urusanku’. Setelah itu aku segera keluar dari toilet. Tanpa sengaja aku menyenggol seseorang.
Aoki : “Maaf.”
??? : “Kamu kan?” *kemudian dia melihatmu kaget
“Kamu Keisuke Aoki dari SMP... bukan?”
Aoki : “Bagaimana kamu bisa tahu?”
??? : “Yang namanya rumor pasti cepat beredar. Kamu yang dulunya dijuluki pembawa sial kenapa bisa bersekolah disini?”
Aoki : “Aku tidak kenal julukan itu.”
??? : “Ayolah, akui saja dirimu yang sesungguhnya. Ah, bagaimana jika aku membantumu memberitahukan hal ini kepada semua orang?”
Aoki : “Apa?! Jangan!”
??? : “Aku tahu tentangmu. Termasuk tentang kamu yang suka bicara sendiri seperti orang gila.”
“Mungkin bukan sepertinya lagi. Tapi memang.”
Aku memandangnya kesal. Sial! Aku kira aku sudah bisa aman dari trauma masa lalu. Tapi ternyata aku salah.
Hinata : “Aoki, kenapa kamu lama sekali-”
Kemudian Hinata dan Mizu mendekat ke arahku. Mereka berdua menatap lelaki yang bersamaku.
Hinata : “Oh, Hey. Rei.” *dia melambaikan tangan ke kami
Apa? Hinata mengenal lelaki ini?!
Rei : “Halo Hinata. Halo Mizu.”
Tidak hanya Hinata, dia juga mengenal Mizu?! Mereka terlihat akrab, apa jangan-jangan mereka..
Hinata : “Sepertinya kamu sudah bertemu teman baru kami, Rei.”
Rei : “Apa? Dia?!” *dia menunjukku
Hinata : “Ya, benar. Aoki, perkenalkan ini Rei. Hidaka Rei. Rei, ini Aoki. Keisuke Aoki.”
Aoki : “Salam kenal.”
Rei : “Salam.... kenal.”
Kemudian kami berjabat tangan dan kami saling beradu kekuatan dalam jabatan kami.
Hinata : “Hmm..hmm! Kalian terlihat akrab sekali. Benarkan, Mizu?”
Mizu : “U-uhh? Bagaimana ya?”
Kami berdua saling menatap sinis.
Hinata : “Jadi begini. Rei, aku dan Mizu kami bertiga sudah berteman sejak kecil. Orang tua kami bertiga pun juga saling mengenal.”
Aoki : “Oh, jadi kalian bertiga itu sudah bersama sejak kecil. Tapi yang jadi pertanyaanku kenapa Mizu lebih memilih Hinata bukannya Rei? Bukankah kalian bertiga selalu bersama?” *aku melirik Rei, dia kaget mendengar pertanyaanku dan memalingkan mukanya
Hinata : “A-aah, yang namanya cinta itu tak dapat diduga.”
Mizu : “Aku menganggap Rei seperti kakakku sendiri. Dia kuat dan juga pemberani.”
Rei : “Tuh, dengar sendiri.”
Aoki : “Oh, begitu. Jadi begitu.”
Rei memandangku kesal, sedangkan Hinata dan Mizu saling berpandang heran.
Hinata : “Ayo, Aoki. Sebentar lagi jam istirahat mau habis. Ayo, Mizu. Aku antar kamu ke kelasmu.”
Mizu : “Terimakasih.” *mereka berdua pergi
Rei : “Dengar ya! Lebih baik kamu menjauhi mereka berdua. Aku tidak ingin mereka berdua terkena sial karenamu.”
Aoki : “Rumor adalah rumor. Itu bukanlah kenyataan. Aku tidak pernah membawa kesialan.”
Rei : “Banyak orang yang sudah tertimpa sial jika di dekatmu. Salah satunya aku. Sialnya aku bisa bertemu orang sepertimu.”
Aoki : “Aku juga merasa sial bisa bertemu orang sepertimu.”
Rei : “Jika kamu tetap mendekati mereka berdua, aku akan membocorkan rahasiamu.”
Kemudian dia pergi. Sial! Benar-benar sial! Aku kira aku dapat menjalani kehidupan SMAku dengan tenang. Ini semua karena orang itu. Hidaka Rei. Aku harus mewaspadai orang itu.

Di gerbang sekolah
Tak terasa waktu berlalu hingga-hingga sudah saatnya pulang. Aku, Hinata, dan Mizu akan pulang bersama. Tiba-tiba aku teringat akan ancaman dari Rei, hal itu membuat langkahku terhenti. Jika aku terus bersama mereka, maka Rei bisa membocorkan rahasiaku. Dia tidak terlihat seperti bermain-main saat mengucapkannya. Namun bisa saja dia hanya menggertakku. Aku sendiri juga tidak ingin kehilangan teman baruku.
Hinata : “Hey, Aoki. Kenapa kamu berhenti? Apa yang kamu tunggu? Ayo kita pulang.”
Aoki : “U-uhmm..”
❶Mungkin lebih baik aku mengikuti perkataannya
❷Seperti aku peduli saja dengan ancamannya
Rute mungkin lebih baik:
Aoki : “Maaf, kalian pulang duluan saja. Aku masih ada urusan disini.”
Hinata : “Oh, begitu. Yasudah, kami duluan ya. Sampai jumpa.”
Kemudian mereka berdua melambaikan tangannya padaku dan pergi. Aku tahu daritadi ada yang memperhatikanku. Siapa lagi orangnya kalau bukan dia.
Aoki : “Aku sudah melakukan permintaanmu.”
Kemudian orang tersebut keluar dari balik pohon.
Rei : “Bagus. Pilihan yang sangat bijak.”
Aoki : “Dengan begini kamu tidak boleh membocorkan rahasiaku.”
Rei : “Aku janji, selama kamu terus menjauhi mereka berdua.”
Aoki : “..........”
Rei : “Hey! Mana jawabanmu!”
Aoki : “Baiklah. Jujur, aku sangat terpaksa melakukannya.”
Rei : “Hmph! Lama-lama kamu akan terbiasa dengan ini. Bukankah sejak SMP kamu sudah terbiasa sendiri?”
Aoki : “Diam kamu.”
Rei : “Heeemm, aku senang wajahmu saat ini. Lihat betapa depresinya dirimu hahaha.”
Aoki : “..............” *aku hanya menatapnya tajam
Rei : “Baik, baik. Aku pergi sekarang.”
Lalu dia pergi meninggalkanku. Apa yang kulakukan sekarang ini sudah benar? Aku meninggalkan mereka berdua tanpa menanyakan perasaan mereka kepadaku. Maaf, yang kulakukan ini untuk kalian berdua dan juga untuk diriku sendiri.
---HARI KEDUA END---
Rute seperti aku peduli saja:
Aoki : “Ah, tunggu aku!”
Kemudian aku berlari kepada mereka berdua. Aku merasa saat itu ada yang sedang menatapku tajam dari balik pohon. Dari tatapan itu aku bisa merasakannya siapa orangnya. Tidak lain adalah Rei.

Di tengah perjalanan
Aoki : “Ehmm, sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepada kalian berdua.”
Hinata : “Apa itu?”
Aoki : “Kalian kan sudah berteman dengan orang yang bernama Rei dari kecil. Menurut kalian dia itu orangnya seperti apa?”
Mizu : “Seperti yang aku bilang tadi, dia itu kuat dan pemberani.”
Hinata mengangguk
Hinata : “Dia itu memiliki rasa persahabatan yang tinggi. Dia selalu menjaga kami dari bahaya yang menghadang.”
Mizu : “Bisa dibilang seperti pahlawan.”
Aoki : “Pahlawan? Apa seorang pahlawan dapat membahayakan orang lain juga?”(dalam hati)
Hinata : “Sayangnya dia itu keras kepala. Mudah marah. Suka bertindak seenaknya.”
Mizu : “Dan juga selalu berprasangka buruk pada orang lain.”
Aoki : “Itu tuh! Aku setuju.” *tanpa sadar aku langsung mengucapkannya
Hinata dan Mizu : “Huh?”
Aoki : “Ah, nggak. Ahahaha.”
Kemudian kami bertiga saling berpisah dan pulang ke rumah masing-masing.
---HARI KEDUA END---

Comments

Popular posts from this blog

Satu Atap - Misi

1st Day